Mitos (Komunikasi) ASI

Secara ilmiah, ASI (Air Susu Ibu) memang --tak terbantahkan-- yang terbaik bagi bayi. Ia tak tergantikan
oleh makanan ataupun minuman apapun. Tapi, apa artinya semua itu bagi publik? Apakah publik menjadi
wajib percaya dan memilih ASI sebagai makanan bayinya?
Sungguh akan mudah sekali pekerjaan para penggiat komunikasi bila pesan (message) sama dengan
makna (meaning). Kita tinggal mencari kebenaran (ilmiah), memberi instruksi pada publik, lalu menunggu
terjadinya perubahan perilaku.
Sayangnya, message = meaning hanyalah mitos. Meaning itu adalah hak public (khalayak) yang asasi.
Terserah pada publik bagaimana mereka menerima dan menindaklanjuti pesan. Kita hanya bisa
mempelajari berbagai kemungkinan seraya memprediksi dan mengukur akibat dari pesan. Contoh message
yang dimaknai berbeda dapat dilihat jelas pada sikap kebanyakan perokok. Orang tetap merokok meski
kampanye tentang risiko merokok terbentang jelas di pelupuk matanya. Alih-alih menjauhi rokok,
persamaan yang mungkin berlaku adalah: menyebabkan impoten (message) = tipu daya para pendukung
kampanye antirokok(meaning).
Kebanyakan jebakan mitos (komunikasi) dibuat sendiri oleh para pendukungnya. Sewaktu memfasilitasi
diskusi pesan kampanye ASI beberapa waktu lalu, saya mempelajari minimal ada lima mitos penting dalam
komunikasi ASI. Berikut ini adalah ringkasannya.
1. Hajar Susu Formula!
Penerimaan (secara emosional dan budaya) secara luas adalah salah satu prinsip penting komunikasi
publik. Turunannya adalah jangan mencari musuh dari sisi khalayak. Lebih-lebih bila kita berkekuatan
kecil.
Tapi saking emosinya, penggiat kampanye ASI kerap memojokkan susu formula yang berimbas pada
naiknya emosi ibu-ibu. Dikatakan bahwa ASI untuk anak manusia, susu formula untuk anak sapi. Atau
dikatakan bahwa susu formula tidak akan mengoptimalkan perkembangan otak anak.
Dua tahun lalu, ipar saya masih saja mengingat ILM (Iklan Layanan Masyarakat) yang dianggapnya
menghina karena menyamakan anaknya dengan anak sapi. Perasaan benci pada ILM itu tentu akan
mempengaruhi sikapnya pada kampanye ASI. Rasanya, ini tidak hanya terjadi pada ipar saya. Di luar
sana banyak ibu yang merasakan hal yang sama.
Dan apa bahayanya orang-orang membenci kampanye ASI? Kekhawatiran utama adalah mereka
menjadi penggiat dengan ide yang berbeda: Hei, lihatlah anak saya pakai susu formula dan
perkembangannya luar biasa!
Di sini hipotesisnya menjadi: semakin sering susu formula dikomunikasikan secara negatif, khususnya
dengan cara yang secara langsung atau tidak langsung memojokkan penggunanya, maka semakin
banyaklah pendukung susu formula. Bila ini berlaku luas, bersorak sorailah produsen susu formula.
2. ASI Memiliki Banyak Kelebihan
Memang betul ASI memiliki banyak kelebihan. Begitu mengetahui dari para ahli, saya sendiri jumpalitan
karena takjubnya. Ternyata ASI adalah cairan hidup yang mengandung sel-sel darah putih,
imunoglobulin, enzim dan hormon, serta protein spesifik yang pasti cocok untuk bayi. ASI mengandung
AA dan DHA dengan proporsi yang sesuai kebutuhan bayi, asam lemak esensial (Omega 3 dan 6),
protein, multivitamin dan mineral lengkap --yang ajaibnya—mudah diserap secara sempurna. Demikian
sempurnanya, kandungan mineral di ASI sama sekali tidak menganggu ginjal si bayi yang masih sangat
lemah. ASI juga membantu Ibu mendapatkan kembali berat badan sebelum hamil sekaligus berperan
sebagai alat kontrasepsi alamiah. Ini semua hanyalah sepotong kecil manfaat ASI.
Saking banyaknya manfaat ASI, kita kerap bernafsu untuk menggelontorkan itu semua pada publik. Kita
lupa bahwa publik berada di di jagad komunikasi yang begitu riuhnya dengan berbagai pesan. Dan
sangat mungkin publik memiliki concern yang lain.


Salah satu prinsip penting dalam komunikasi publik adalah semakin banyak yang kita sampaikan,
sebetulnya semakin sedikit yang ditangkap publik. Seperti tukang obat di jalanan, semakin banyak
ngomong, semakin banyak pula ketahuan bohongnya. Karena itu, seperti kata teman-teman di JHU/
CCP focus demands sacrifice. Tanpa fokus, pesan kita seperti peluru karet yang tidak menembus
khalayak.
3. ASI manfaatnya luar biasa
ASI diketahui memiliki banyak manfaat bagi ibu dan si bayi. Untuk deskripsi manfaat, cukuplah
disinggung sepotong kecil di atas.
Masalahnya adalah apa yang para penggiat kampanye ASI anggap sebagai manfaat belum tentu
merupakan sebuah manfaat bagi si ibu atau keluarganya. Bukan hanya itu, dalam konteks publik seharihari,
pembentuk perilaku tidak selalu berbasis manfaat/ risiko atau sesuatu perbuatan yang dilakukan
atas tujuan rasional.
Dalam kajian sosial banyak ditemukan kasus perilaku yang lebih emosional sumbernya. Tanyalah ibuibu
yang suka kumpul di forum pengajian dengan baju warna warni yang khas. Pastilah banyak yang
menjelaskan bahwa mereka mengaji untuk mencari kenyamanan karena berkumpul dengan kawankawannya.
Atau coba perhatikan ibu-ibu yang datang ke posyandu. Kita akan cukup banyak
menemukan ibu-ibu yang datang bukan karena untuk memantau berat balitanya, tapi lebih karena tidak
enak dengan ibu-ibu kader.
Dengan kata lain, apa yang ada dibenak publik perlu dipelajari terlebih dahulu. Lebih penting
mengedapankan apa yang dianggap luar biasa dari ASI dari kacamata publik ketimbang dari kacamata
ilmuwan.
4. ASI Menurunkan AKI/ AKB
Saya mendengar dari seorang ahli bahwa pemberian ASI eksklusif menurunkan 13 % angka kematian
balita (dikutip dari Jones dkk. dalam jurnal The Lancet, 2003). Kontribusi ASI terhadap penurunan angka
kematian ini jauh lebih besar dibanding kontribusi MP-ASI (6%), kelambu yang dioles dengan insektisida
(7%), air bersih/sanitasi (3%), Vitamin A (2%), dan imunisasi campak (1%).
Bagi ilmuwan angka-angka ini tentu sangat memukau. Tapi bagi public (kelompok masyarakat umum),
apa artinya? Apa pentingnya buat seorang ibu hamil? Atau sang suaminya? Seperti diungkap
sebelumnya, lebih penting mengedapankan apa yang dianggap luar biasa dari ASI dari kacamata public
ketimbang dari kacamata ilmuwan.
5. Kampanye Susu Formula Tidak Terkalahkan
Sebetulnya saya agak khawatir ini bukan mitos tetapi kenyataan. Tapi saya langsung ingat kata-kata
para filosof: tindakan, tak lain, adalah konsekuensi dari persepsi atau bagaimana kita berpikir. Kalau kita
merasa kampanye susu formula tidak terkalahkan, maka tak terkalahkanlah dia.
Mengakui bahwa kampanye susu formula sangat berhasil adalah hal lain. Dan keberhasilan mereka
bukan berarti harus menciutkan nyali. Banyak pemikir modern yang berdiri di pundak raksasa untuk
melihat lebih jauh dari pandangan normalnya. Tak ada salahnya kita berbuat yang sama, belajar dari
kampanye susu formula untuk mendapatkan strategi dan taktik kampanye ASI yang lebih jitu. Orang
dagang bilang, ga perlu malu, yang penting laku.


0 comments: