Mitos- Mitos Perawatan Bayi

Banyak mitos tentang perawatan bayi yang berkembang dan terus dipertahankan di masyarakat. Sebagian salah, tapi ada pula yang secara ilmiah benar.

Perawatan bayi (baby nursing) memang sangat dipengaruhi oleh budaya setempat. Menurut spesialis anak Dr. H. Adi Tagor, Sp.A, DPH dari RS Internasional Bintaro, "Zaman dulu, tradisi perawatan bayi ini disampaikan dalam bentuk mitologi, folklor, atau cerita rakyat yang diturunkan oleh orangtua, karena belum ada sistem isyarat kedua seperti tulisan."

Beberapa di antara mitos tersebut memang salah secara ilmiah. Misalnya bayi jangan diajak keluar rumah saat maghrib, karena akan diganggu "penunggu" rumah. Padahal, yang terajdi adalah temperatur alam menjelang matahari terbenam memang meningkat, termasuk perubahan tekanan udara, kelembapan udara, perubahan temperatur. "Ini akan menggelisahkan bayi yang memang belum bisa dengan cepat menyesuaikan diri. Soalnya, organ tubuh bayi itu kan, belum sempurna, tidak seperti orang dewasa yang sudah biasa. Akibatnya, bayi akan mengalami uneasy feeling dan rewel karena adanya perubahan alam tersebut," ujar Adi.

Selain itu, ada yang disebut ritme sirkadian. "Badan manusia mengalami bioritme yang ada hubungannya dengan waktu," jelas Adi. Pada bayi, bioritmenya belum stabil. Karena itu, bioritme bayi yang baru lahir sampai usia 2 bulan kadang-kadang masih terbalik. Siang dianggap malam, sementara malam dianggap siang. "Ini karena bayi belum bisa menyesuaikan diri dengan living environment dimana manusia sibuk saat siang. Tapi, lama-lama ia akan menyesuaikan dengan tuntutan sosial sekaligus perubahan alam tersebut. Secara alamiah, bioritme ini akan berubah dengan sendirinya."

Namun, mitos atau tradisi itu tidak selamanya jelek, dan seringkali bahkan cocok secara ilmiah. Contohnya, selama ratusan tahun bawang yang dicampur minyak dikenal bisa menurunkan panas. "Itu secara ilmiah benar, karena bawang adalah tumbuhan yang mengeluarkan minyak yang mudah menguap dan menyerap panas."

Atau upacara tedak siti (menginjak tanah) saat bayi berusia 6-7 bulan. "Secara ilmiah pun ternyata tak salah, karena pas dengan usia refleks menapak bayi." Di permukaan badan terdapat putik saraf yang bisa menjadi sensor tekanan. Nah, saraf ini tumbuh saat bayi 6 - 7 bulan, bersamaan dengan tumbuhnya struktur otak untuk keseimbangan dan alat-alat keseimbangan untuk posisi berdiri. "Tak heran jika di usia ini, bayi sudah mulai belajar menapak."

Namun, ada juga mitos yang salah. Dan orangtua, karena turun-temurun, biasanya memegang teguh tradisi itu. "Jadi, kalau mau ngasih input ilmiah, harus pelan-pelan. Jangankan tradisi, ilmu kedokteran pun dari waktu ke waktu selalu dikoreksi," lanjut Adi. "Manusia hidup dalam suatu kerangka subkultur tertentu. Nggak bisa ia hidup di luar kultur tempat ia hidup. Jadi, isinya saja yang diperbaiki."

Yang jelas, sebaiknya jangan langsung dicabut dari akar budayanya. Misalnya, orangtua mengaji saat Maghrib agar anaknya tidak "diganggu" makhluk halus. "Itu kan nggak ada ruginya, jadi biarkan saja. Kecuali, jika tradisi itu memang membahayakan, ya harus dilarang."


sumber.http://www.tabloidnova.com

0 comments: