Nyeri Saat Menstruasi

BERSAMAAN dengan datangnya tamu bulanan,rasa nyeri yang mengganggu kerap dirasakan.Sebenarnya rasa nyeri merupakan hal lumrah.


Namun,jika mengganggu aktivitas dan kehidupan sehari-harinya tentu bisa menjadi sinyal bahaya. Bagi kaum wanita menjelang dan saat menstruasi adalah hari-hari ”menyiksa”.Rasa sakit menstruasi juga diikuti dengan premenstruasi sindrom(PMS) yaitu sekumpulan gejala bervariasi yang muncul antara 7 hingga 14 hari sebelum masa haid dimulai dan biasanya berhenti saat haid mulai.

Gejala-gejala PMS meliputi tingkah laku seperti kegelisahan, depresi,sensitif,lekas marah,gangguan tidur,kelelahan, lemah,mengidam makanan dan moody.Selain itu,keluhan fisik juga dirasakan seperti payudara terasa sakit atau membengkak,perut kembung atau sakit,sakit kepala,sakit sendi,sakit punggung,mual,muntah dan timbul jerawat.

Menstruasi merupakan peristiwa pendarahan secara periodik dan siklik (bulanan) dari rahim disertai pelepasan selaput lendir rahim (endometrium) melalui vagina pada wanita yang seksual dewasa. Setiap wanita sehat yang sedang tidak hamil dan belum menopause akan mendapat menstruasi pada setiap bulannya.

Dalam keadaan normal lamanya haid berkisar antara 3- 7 hari dan rata-rata berulang setiap 28 hari. Keluhan ini merupakan ginekologi yang paling umum dan banyak dialami wanita.Kendati tidak diketahui secara pasti penyebabnya, beberapa faktor dapat memengaruhi yakni ketidakseimbangan hormon dan faktor psikologis.

Rasa nyeri tersebut dapat merupakan gangguan primer atau gangguan sekunder dari berbagai jenis penyakit. Kategori gangguan primer cukup sering dirasakan sebagian besar wanita,biasanya timbul setelah menstruasi pertama. Keluhan ini akan hilang ketika umur semakin bertambah.

Sementara, nyeri haid gangguan sekunder biasanya terjadi pada wanita berusia lanjut yang sebelumnya tidak mengalami nyeri.Biasanya,rasa sakit tersebut berhubungan dengan gangguan ginekologis seperti endometriosis. Gangguan yang menyerang endometrium ini mampu menyebabkan nyeri saat haid dan kemungkinan bermasalah saat hamil.

Endometrium adalah lapisan rahim bagian dalam.Dikatakan tidak normal,saat gumpalan-gumpalan yang seharusnya tumbuh di dalam,tapi tumbuh di sekitar indung telur,rahim,atau bagian lain.

”Endometrium tidak selalu berbentuk benjolan-benjolan, tapi bisa berupa bintik-bintik kecil seperti titik,” ungkap dokter Spesialis Kedokteran dan Kebidanan dari RS Telogorejo Semarang Dr Hari Tjahjanto SpOG dalam seminar bertajuk ”Tampil Prima Saat Menjalani Premenstrual Syndrome”,di Hotel Ciputra,beberapa waktu lalu.

Jika terus dibiarkan, bukan tidak mungkin wanita akan mengalami kesulitan untuk mengandung. Pasalnya, ciri khas endometrium adalah lengket di saluran telur.Alhasil, tersumbatnya saluran telur dan menyebabkan kemandulan. Terkait penyebab pasti endometriosis belum diketahui pasti. Banyak faktor yang memengaruhi seperti genetik, bentuk saluran telur yang tidak normal, pola makan dan polusi lingkungan.

Selain itu, segera periksakan diri ke dokter. Tujuannya, agar masih bisa disembuhkan dan terhindar dari dampak negatif seperti sulit hamil atau menjalar hingga stadium lanjut. ”Wanita yang mengalami keluhan ini harus rajin memeriksakan diri. Dari hasil catatan medis, dapat diketahui penyebab rasa nyeri dan segera dicari solusinya. Misalkan,dilakukan tindakan operasi,”sebut Hari.

Sebagai langkah awal, untuk meredakan nyeri bisa menggunakan obat-obatan.Menjalankan pola hidup sehat seperti melakukan olahraga ringan, mengonsumsi buahbuahan dan sayuran,hindari merokok dan minum kopi.Selanjutnya, terapkan pula pola hidup sehatsecara terus menerus sebagai gaya hidup sehari-hari

www.seputar-indonesia.com

Hipertensi dalam kehamilan

Defenisi: Tekanan darah ≥ 140/90mmHg
Insidens: ± 5%.
Klasifikasi:
1.Gestasional hipertensi (Transient Hipertensi).
2.PE.
3.Eklampsia.
4.Superimposed PE.
5.Chronic Hypertensi.

1. Gestasional Hipertensi
a. Batasan :
Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg (dalam posisi duduk) & dalam 3 kali pengukuran, dengan spigmomanometer air raksa
Proteinuri (-)

b.Penatalaksanaan :
1. Kontrol setiap minggu: dilakukan pemeriksaan proteinuri setiap kali kontrol
2. Apabila proteinuri (-), 3 kali berturut-turut tiap minggu dan tekanan darah tetap, antihipertensi tidak diberikan.
3. Pemberian Roboransia seperi antenatal biasa.
4. Jika tekanan darah naik ≥ 160/100 mmHg tanpa diikuti proteinuri diberikan anti hipertensi nifedipin dan atau metildopa ( konsul ke ginjal hipertensi )

2. PE ringan
Batasan :
1. Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg dan < 160/100 mmHg
2. Proteinuri (+1 - +2 )
3. Usia kehamilan ≥ 20 minggu

Penatalaksanaan :
1. Perlu dilakukan pemeriksaan urine 24 jam untuk melihat volume urine
2. Pemeriksaan Creatinin urine, trombosit, LDH
3. Pemberian antihipertensià lihat di PE Berat
4. Pemberian antioksidan

• Kontrol tiap minggu ke PIH
• Pengamatan gerakan janin setiap hari.
• NST 1 x seminggu.
• Profil biofisik janin bila NST non reaktif.
• Evaluasi pertumbuhan janin per 3 – 4 minggu.
• USG doppler arteri umbilikalis bila memungkinkan.
• Untuk persalinan : Persalinan pervaginam jika tidak ada kontraindikasi obstetrik
– Terminasi kehamilan jika usia kehamilan ≥ 37 minggu
• Dilakukan rawat inap jika :
• Dijumpai tanda-tanda preeklampsia berat


PE Berat
Batasan :
1. Tekanan darah > 160/100 mmHg
2. Proteinuri ( > +2 )
3. Hamil > 20 minggu

Penatalaksanaan :

 Kehamilan < 37 minggu.
 Rawat Inap
 Pemberian anti kejang ( Sulfas Magnesikus )
◦ Loading Dose : 1. 4 gr SM 20 % diberikan bolus ± 10 menit
◦ Maintenance : 1 gr SM 40 %/ jam ( 6 gr / 15 cc dalam 500 cc RL, 28 tetes / menit )
◦ Posisi pasien kepala lebih ditinggikan.
 Pemberian anti hipertensi : Nifedipine(4-6x5mg) dan /atau metildopa(3x250mg)
 Pemeriksaan Laboratorium : Darah lengkap, ureum-kreatinin, panel HELLP Sindrom.
 Pemberian cairan infus : ( cairan elektrolit 2 L/24 jam )
 Cara persalinan : Pervaginam, kecuali ada kontraindikasi obstetri.
 Persalinan diselesaikan dalam waktu 24 jam.



Tindakan seksio sesarea dilakukan :
1. Ada indikasi obstetri
2. Gagal induksi / augmentasi persalinan

2. > 37 minggu
 Terminasi 4 jam setelah pemberian anti kejang.

 Pervaginam bila
 Bishop score > 5 : induksi dengan oksitosin drip.
Bishop score < 5 : pemasangan foley catether 6 – 8 jam.
Lanjutkan dengan oksitosin drip.
 Bila tidak dimungkinkan dilahirkan dalam 24 jam pervaginam à SC
 Sectio Caesar: Indikasi obstetri
 Bila penderita sudah inpartu. Perjalanan persalinan dapat diikuti sesuai dengan partograf WHO.

Konsultasi selama dirawat di RS dilakukan pada:
 Bagian penyakit dalam.
 Bagian anestesi.
 Bagian neurologi
 Bagian penyakit mata
 Bagian patologi klinik
 Bagian Anak

WASPADAI PEMBERIAN DAN PERESEPAN ANTIBIOTIKA YANG BERLEBIHAN

“Penderita yang sering berobat di Indonesia bila berobat di luar negeri (terutama di negara maju,) sering khawatir karena bila sakit jarang diberi antibiotika. Sebaliknya pasien yang sering berobat di luar negeri juga sering khawatir, bila berobat di Indonesia setiap sakit selalu mendapatkan antibiotika”. Hal ini bukan sekedar pameo belaka. Tampaknya banyak fakta yang mengatakan bahwa memang di Indonesia, dokter lebih gampang memberikan antibiotika.Pemberian antibiotika berlebihan pada anak tampaknya memang semakin meningkat dan semakin mengkawatirkan.. Pemberian antibiotika berlebihan atau pemberian irasional artinya penggunaan tidak benar, tidak tepat dan tidak sesuai dengan indikasi penyakitnya. Sebenarnya permasalahan ini dahulu juga dihadapi oleh negara maju seperti Amerika Serikat. Menurut penelitian US National Ambulatory Medical Care Survey, pada tahun 1989, setiap tahun sekitar 84% setiap tahun setiap anak mendapatkan antibiotika. Hasil lainnya didapatkan 47,9% resep pada anak usia 0-4 tahun terdapat antibiotika. Angka tersebut menurut perhitungan banyak ahli sebenarnya sudah cukup mencemaskan. Dalam tahun yang sama, juga ditemukan resistensi kuman yang cukup tinggi karena pemakaian antibiotika berlebihan tersebut. Di Indonesia belum ada data resmi tentang penggunaan antibiotika. Sehingga banyak pihak saat ini tidak khawatir dan sepertinya tidak bermasalah. Tetapi berdasarkan tingkat pendidikan atau pengetahuan masyarakat serta fakta yang ditemui sehari-hari, tampaknya pemakaian antibiotika di Indonesia jauh banyak dan lebih mencemaskan.PENGGUNAAN ANTIBIOTIKAAntibiotika pertama kali ditemukan oleh Alexander Flemming pada tahun 1929 dan digunakan untuk membunuh bakteri secara langsung atau melemahkan bakteri sehingga kemudian dapat dibunuh dengan sistem kekebalan tubuh kita. Antibiotika ada yang merupakan produk alami, semi sintetik, berasal dari alam dibuat dengan beberapa perubahan agar lebih kuat, mengurangi efek samping atau untuk memperluas jenis bakteri yang dapat dibunuh dan sepenuhnya sintetik.Jenis antibiotika terdiri dari antibiotika narrow spectrum untuk membunuh jenis2 bakteri secara spesifik. Kemampuan membunuh kuman hanya tertentu, contohnya ampicillin, amoxycilin, cotrimoksazol. Jenis lainnya Broad spectrum, membunuh semua jenis bakteri didalam tubuh. Antibiotika yang termasuk kategori ini adalah cephalosporin. Cephalosporin dalam perkembangannya terdapat generasi baru yaitu generasi 2 dan generasi 3. Semakin besar generasinya semakin kuat potensi untuk membunuh kuman. Tampaknya saat ini penggunaan obat generasi 2 dan 3 tersebut saat ini sudah mulai marak, meskipun infeksi yang diderita penderita tidak terlalu berat. Bahkan tidak jarang seorang dokter memberikan obat antibiotika lebih dari 1 antibiotika dalam satu resep. Di dalam tubuh banyak sekali terdapat bakteri, bahkan salah satu kandungan ASI adalah bakteri. Sebenarnya kebanyakan bakteri dalam tubuh tidaklah jahat. Manfaat bakteri diusus adalah mengubah makanan menjadi nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh dan memproduksi vitamin B dan vitamin K. Fungsi bakteri juga memperbaiki sel dinding usus yang tua atau sudah rusak dan merangsang gerak usus. Dengan menghambat berkembang biaknya bakteri jahat dan secara tidak langsung mencegah tubuh kita agar tidak terinfeksi bakteri jahat.BAHAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA IRASIONAL PADA ANAKSebenarnya pemberian antibiotika secara benar dan sesuai indikasi memang harus diberikan. Meskipun terdapat pertimbangan bahaya efek samping dan mahalnya biaya. Tetapi menjadi masalah yang mengkawatirkan, bila penggunaannnya irasional atau berlebihan. Banyak kerugian yang terjadi bila pemberian antibiotika berlebihan tersebut tidak dikendalikan secara cepat dan tuntas. Kerugian yang dihadapi adalah meningkatnya resistensi terhadap bakteri. Belum lagi perilaku tersebut berpotensi untuk meningkatkan biaya berobat. Harga obat antibiotika sangat mahal dan merupakan bagian terbesar dari biaya pengobatan. Efek samping yang sering terjadi pada penggunaan antibiotika adalah gangguan beberapa organ tubuh. Apalagi bila diberikan kepada bayi dan anak-anak, karena sistem tubuh dan fungsi organ pada bayi dan anak-anak masih belum tumbuh sempurna. Apalagi anak beresiko paling sering mendapatkan antibiotika, karena lebih sering sakit akibat daya tahan tubuh lebih rentan. Bila dalam setahun anak mengalami 9 kali sakit, maka 9 kali 7 hari atau 64 hari anak mendapatkan antibiotika. Gangguan organ tubuh yang bisa terjadi adalah gangguan saluran cerna, gangguan ginjal, gangguan fungsi hati, gangguan sumsum tulang, gangguan darah dan sebagainya. Gangguan saluran cerna dapat berupa diare, mual, muntah dan nyeri perut. Beberapa antibiotika dapat mengganggu sumsum tulang, salah satunya kloramfenikol. Bila sumsum tulang terganggu maka terjadi gangguan pembentukan sel darah merah menjadikan kurang darah atau anemia. Antibiotika dapat mengganggun fungsi hati. Obat tuberkulosis seperti INH, rifampisin dan PZA (pirazinamid) yang paling sering menimbulkan efek ini. Golongan antibiotika yang bisa menimbulkan gangguan fungsi ginjal adalah aminoglikosida (garamycine, gentamycin), Imipenem, Meropenem dan Ciprofloxacin. Akibat lainnya adalah reaksi alergi karena obat. Gangguan tersebut mulai dari yang ringan seperti ruam, gatal sampai dengan yang berat seperti pembengkakan vivir atau kelopak mata, sesak, hingga dapat mengancam jiwa (reaksi anafilaksis). Antibiotika juga dapat menimbulkan demam seperti golongan cotrimoksazol (bactrim, septrim), sefalsporin dan eritromisin.Akibat lainnya adalah reaksi alergi karena obat. Gangguan tersebut mulai dari yang ringan seperti ruam, gatal sampai dengan yang berat seperti pembengkakan bibir atau kelopak mata, sesak, hingga dapat mengancam jiwa (reaksi anafilaksis).Pemakaian antibiotika berlebihan atau irasional juga dapat membunuh kuman yang baik dan berguna yang ada didalam tubuh kita. Sehingga tempat yang semula ditempati oleh bakteri baik ini akan diisi oleh bakteri jahat atau oleh jamur atau disebut "superinfection". Pemberian antibiotika yang berlebihan akan menyebabkan bakteri-bakteri yang tidak terbunuh mengalami mutasi dan menjadi kuman yang resisten atau disebut “superbugs”.Jenis bakteri yang awalnya dapat diobati dengan mudah dengan Antibiotika yang ringan. Apabila antibiotikanya digunakan dengan irasional, maka bakteri tersebut mutasi dan menjadi kebal, sehingga memerlukan jenis antibiotika yang lebih kuat. Bila bakteri ini menyebar ke lingkungan sekitar, maka suatu saat akan tercipta kondisi dimana tidak ada lagi jenis antibiotika yang dapat membunuh bakteri yang terus menerus bermutasi ini. Hal ini akan membuat kita kembali ke zaman sebelum antibiotika ditemukan. Pada zaman tersebut infeksi yang diakibatkan oleh bakteri tidak dapat diobati sehingga angka kematian akan drastis melonjak naik. Hal lain yang mungkin terjadi nantinya kebutuhan pemberian antibiotika dengan generasi lebih berat, dan menjadikan biaya pengobatan semakin meningkat karena semakin harganya mahal.INDIKASI PEMAKAIAN ANTIBIOTIKAIndikasi yang tepat dan benar dalam pemberian antibiotika pada anak adalah bila penyebab infeksi tersebut adalah bakteri. Menurut CDC (Centers for Disease Control and Prevention) indikasi pemberian antibiotika adalah bila batuk dan pilek yang berkelanjutan selama lebih 10 – 14 hari.yang terjadi sepanjang hari (bukan hanya pada malam hari dan pagi hari). Batuk malam dan pagi hari biasanya berkaitan dengan alergi atau bukan lagi dalam fase infeksi dan tidak perlu antibiotika Indikasi lain bila terdapat gejala infeksi sinusitis akut yang berat seperti panas > 39 C dengan cairan hidung purulen, nyeri, pembengkakan sekitar mata dan wajah. Pilihan pertama pengobatan antibiotika untuk kasus ini cukup dengan pemberian Amoxicillin, Amoxicillinm atau Clavulanate. Bila dalam 2 – 3 hari membaik pengobatan dapat dilanjutkan selama 7 hari setelah keluhan membaik atau biasanya selama 10 – 14 hari. Indikasi lainnya adalah radang tenggorokan karena infeksi kuman streptokokus. Penyakit ini pada umumnya menyerang anak berusia 7 tahun atau lebih. Pada anak usia 4 tahun hanya 15% yang mengalami radang tenggorokan karena kuman ini. Penyakit yang lain yang harus mendapatkan antibiotika adalah infeksi saluran kemih dan penyakit tifus Untuk mengetahui apakah ada infeksi bakteri biasanya dengan melakukan kultur darah atau urine. Apabila dicurigai adanya infeksi saluran kemih, dilakukan pemeriksaan kultur urine. Setelah beberapa hari akan diketahui bila ada infeksi bakteri berikut jenis dan sensitivitas terhadap antibiotika. Untuk mengetahui penyakit tifus harus dilakukan pemeriksaan darah Widal dan kultur darah gal. Anak usia di bawah 5 tahun yang mengalami infeksi virus sering mengalami overdiagnosis penyakit Tifus. Sering terjadi kesalahan persepsi dalam pembacaan hasil laboratorium. Infeksi virus dengan peningkatan sedikit pemeriksaan nilai widal sudah divonis gejala tifus dan dihantam dengan antibiotika.Sebagian besar kasus penyakit pada anak yang berobat jalan penyebabnya adalah virus. Dengan kata lain seharusnya kemungkinan penggunaan antibiotika yang benar tidak besar atau mungkin hanya sekitar 10 – 15% penderita anak. Penyakit virus adalah penyakit yang termasuk “self limiting disease” atau penyakit yang sembuh sendiri dalam waktu 5 – 7 hari. Sebagian besar penyakit infeksi diare, batuk, pilek dan panas penyebabnya adalah virus. Secara umum setiap anak akan mengalami 2 hingga 9 kali penyakit saluran napas karena virus. Sebaiknya jangan terlalu mudah mendiagnosis (overdiagnosis) sinusitis pada anak. Bila tidak terdapat komplikasi lainnya secara alamiah pilek, batuk dan pengeluaran cairan hidung akan menetap paling lama sampai 14 hari setelah gejala lainnya membaik. Sebuah penelitian terhadap gejala pada 139 penderita pilek(flu) karena virus didapatkan bahwa pemberian antibiotik pada kelompok kontrol tidak memperbaiki cairan mucopurulent dari hidung. Antibiotika tidak efektif mengobati Infeksi saluran napas Atas dan tidak mencegah infeksi bakteri tumpangan. Sebagian besar infeksi Saluran napas Atas termasuk sinus paranasalis sangat jarang sekali terjadi komplikasi bakteri.SIAPA YANG BERTANGGUNG JAWAB ?Dalam permasalahan penggunaan antibiotika yang berlebihan ini, pihak manakah yang bertanggung jawab untuk mengatasinya? Permasalahan ini tidak sesederhana seperti yang kita lihat. Banyak pihak yang berperanan dan terlibat dalam penggunaan antibiotika berlebihan ini. Pihak yang terlibat mulai dari penderita (orang tua penderita), dokter, rumah sakit, apotik, medical representatif, perusahaan farmasi dan pabrik obat. Orangtua juga sering sebagai faktor terjadinya penggunaan antibiotika yang berlebihan. Pendapat umum yang tidak benar terus berkembang, bahwa kalau tidak memakai antibiotika maka penyakitnya akan lama sembuhnya. Tidak jarang penggunaan antibiotika adalah permintaan dari orang tua. Yang lebih mengkawatirkan saat ini beberapa orang tua dengan tanpa beban membeli sendiri antibiótika tersebut tanpa pertimbangan dokter. Antibiotika yang merupakan golongan obat terbatas, obat yang harus diresepkan oleh dokter. Tetapi runyamnya ternyata obat antibiotika tersebut mudah didapatkan di apotik atau di toko obat meskipun tanpa resep dokter.Bila penggunaan antibiotika berlebihan lebih dikarenakan faktor dokter, maka orang tua sebagai penerima jasa dalam keadaan posisi yang sulit. Tetapi orang tua penderita sebagai pihak pasien mempunyai hak untuk mendapatkan informasi sejelas-jelasnya rencana pengobatan, tujuan pengobatan dan akibat efek samping pengobatan tersebut Kalau perlu orang tua sedikit berdiskusi dengan cara bukan menggurui untuk peluang apakah boleh tidak diberi antibiotika.Persoalan menjadi lebih rumit karena ternyata bisnis perdagangan antibiotika sangat menggiurkan. Pabrik obat, perusahaan farmasi, medical sales representative dan apotik sebagai pihak penyedia obat mempunyai banyak kepentingan. Antibiotika merupakan bisnis utama mereka, sehingga banyak strategi dan cara dilakukan. Dokter sebagai penentu penggunaan antibiotika, harus lebih bijak dan harus lebih mempertimbangkan latar belakang ke ilmuannya. Sesuai sumpah dokter yang pernah diucapkan, apapun pertimbangan pengobatan semuanya adalah demi kepentingan penderita, bukan keperntingan lainnya. Peningkatan pengetahuan dan kemampuan secara berkala dan berkelanjutan dokter juga ikut berperanan dalam mengurangi perilaku penggunaan antibiótika yang berlebihan ini. Departemen Kesehatan (Depkes), Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Persatuan Rumah akit Indonesia (PERSI) dan beberapa intitusi terkait lainnya harus bekerjasama dalam penanganannya. Pendidikan tentang bahaya dan indikasi pemakaian antibiotika yang benar terhadap masyarakat harus terus dilakukan melalui berbagai media yang ada. Penertiban penjualan obat antibiotika oleh apotik dan lebih khusus lagi toko obat harus terus dilakukan tanpa henti. Organisasi profesi kedokteran harus terus berupaya mengevaluasi dan melakukan pemantauan lebih ketat tentang perilaku penggunaan antibiótika yang berlebihan ini terhadap anggotanya. Kalau perlu secara berkala dilakukan penelitian secara menyeluruh terhadap penggunaan antibitioka yang berlebihan ini. Sebaiknya praktek dan strategi promosi obat antibiotika yang tidak sehat juga harus menjadi perhatian. Bukan malah dimanfaatkan untuk kepentingan dokter, meskipun demi kepentingan kegiatan ilmiah. PERSI sebagai wadah organisasi rumah sakit, juga berwenang memberikan pengawasan kepada anggotanya untuk terus melakukan evaluasi yang ketat terhadap formularium obat yang digunakan. Di Amerika Serikat, karena upaya kampanye dan pendidikan terus menerus terhadap masyarakat dan dokter ternyata dapat menurunkan penggunaan antibiotika secara drastis. Proporsi anak usia 0 – 4 tahun yang mendapatkan antibiotika menuirun dari 47,9% tahun 1996 menjadi 38,1% tahun 2000. Jumlah rata-rata antibiotika yang diresepkan menurun, dari 47.9 1.42 peresepan per anak tahun 1996 menjadi 0.78 peresepan per anak tahun 2000. Rata-rata pengeluaran biaya juga dapat ditekan cukup banyak, padfa tahun 1996 sebesar $31.45 US menjadi $21.04 per anak tahun 2000.Rekomendasi dan kampanye penyuluhan ke orangtua dan dokter yang telah dilakukan oleh kerjasama CDC (Centers for Disease Control and Prevention) dan AAP (American Academy of Pediatrics) memberikan pengertian yang benar tentang penggunaan antibiotika. Pilek, panas dan batuk adalah gejala dari Infeksi Saluran Pernapasan Atas yang disebabkan virus. Perubahan warna dahak dan ingus berubah menjadi kental kuning, berlendir dan kehijauan adalah merupakan perjalanan klinis Infeksi Saluran Napas Atas karena virus, bukan merupaklan indikasi antibiotika. Pemberian antibiotika tidak akan memperpendek perjalanan penyakit dan mencegah infeksi tumpangan bakteri.Upaya ini seharusnya menjadi contoh yang baik terhadap intitusi yang berwenang di Indonesia dalam mengatasi permasalahan pemberian antibiotika ini. Melihat rumitnya permasalahan pemberian antibiotika yang irasional di Indonesia tampaknya sangat sulit dipecahkan. Tetapi kita harus yakin dengan kemauan keras, niat yang tulus dan keterlibatan semua pihak maka permasalahan ini dapat diatasi. Jangan sampai terjadi, kita baru tersadar saat masalah sudah dalam keadaan yang sangat serius.sumber.http://avianflutidakseindahnamanya.blogspot.com

Mitos- Mitos Perawatan Bayi

Banyak mitos tentang perawatan bayi yang berkembang dan terus dipertahankan di masyarakat. Sebagian salah, tapi ada pula yang secara ilmiah benar.

Perawatan bayi (baby nursing) memang sangat dipengaruhi oleh budaya setempat. Menurut spesialis anak Dr. H. Adi Tagor, Sp.A, DPH dari RS Internasional Bintaro, "Zaman dulu, tradisi perawatan bayi ini disampaikan dalam bentuk mitologi, folklor, atau cerita rakyat yang diturunkan oleh orangtua, karena belum ada sistem isyarat kedua seperti tulisan."

Beberapa di antara mitos tersebut memang salah secara ilmiah. Misalnya bayi jangan diajak keluar rumah saat maghrib, karena akan diganggu "penunggu" rumah. Padahal, yang terajdi adalah temperatur alam menjelang matahari terbenam memang meningkat, termasuk perubahan tekanan udara, kelembapan udara, perubahan temperatur. "Ini akan menggelisahkan bayi yang memang belum bisa dengan cepat menyesuaikan diri. Soalnya, organ tubuh bayi itu kan, belum sempurna, tidak seperti orang dewasa yang sudah biasa. Akibatnya, bayi akan mengalami uneasy feeling dan rewel karena adanya perubahan alam tersebut," ujar Adi.

Selain itu, ada yang disebut ritme sirkadian. "Badan manusia mengalami bioritme yang ada hubungannya dengan waktu," jelas Adi. Pada bayi, bioritmenya belum stabil. Karena itu, bioritme bayi yang baru lahir sampai usia 2 bulan kadang-kadang masih terbalik. Siang dianggap malam, sementara malam dianggap siang. "Ini karena bayi belum bisa menyesuaikan diri dengan living environment dimana manusia sibuk saat siang. Tapi, lama-lama ia akan menyesuaikan dengan tuntutan sosial sekaligus perubahan alam tersebut. Secara alamiah, bioritme ini akan berubah dengan sendirinya."

Namun, mitos atau tradisi itu tidak selamanya jelek, dan seringkali bahkan cocok secara ilmiah. Contohnya, selama ratusan tahun bawang yang dicampur minyak dikenal bisa menurunkan panas. "Itu secara ilmiah benar, karena bawang adalah tumbuhan yang mengeluarkan minyak yang mudah menguap dan menyerap panas."

Atau upacara tedak siti (menginjak tanah) saat bayi berusia 6-7 bulan. "Secara ilmiah pun ternyata tak salah, karena pas dengan usia refleks menapak bayi." Di permukaan badan terdapat putik saraf yang bisa menjadi sensor tekanan. Nah, saraf ini tumbuh saat bayi 6 - 7 bulan, bersamaan dengan tumbuhnya struktur otak untuk keseimbangan dan alat-alat keseimbangan untuk posisi berdiri. "Tak heran jika di usia ini, bayi sudah mulai belajar menapak."

Namun, ada juga mitos yang salah. Dan orangtua, karena turun-temurun, biasanya memegang teguh tradisi itu. "Jadi, kalau mau ngasih input ilmiah, harus pelan-pelan. Jangankan tradisi, ilmu kedokteran pun dari waktu ke waktu selalu dikoreksi," lanjut Adi. "Manusia hidup dalam suatu kerangka subkultur tertentu. Nggak bisa ia hidup di luar kultur tempat ia hidup. Jadi, isinya saja yang diperbaiki."

Yang jelas, sebaiknya jangan langsung dicabut dari akar budayanya. Misalnya, orangtua mengaji saat Maghrib agar anaknya tidak "diganggu" makhluk halus. "Itu kan nggak ada ruginya, jadi biarkan saja. Kecuali, jika tradisi itu memang membahayakan, ya harus dilarang."


sumber.http://www.tabloidnova.com

Praktek higiene yang baik dapat membantu cegah infeksi kuman

labama Departement of Public Health menyarankan bahwa beberapa langkah yang dapat diambil untuk membantu pencegahan infeksi Community Acquired Methicillin-resistant Staphylococcus aureus atau dikenal dengan CAMRSA. Walaupun departemen tidak menyatakan data mengenai kejadian infeksi MRSA, hal ini tetap menjadi perhatian bahwa ini akan menjadi masalah biasa dan berkembang. Staphylococcus aureus, sering disingkat ‘staph’ adalah bakteri yang biasa ditemukan pada kulit dan dalam hidung orang dewasa sehat. Menurut Center for Disease Control and Prevention (CDC), S. aureus membuat koloni dalam lubang hidung kira-kira 30% dari populasi tanpa menyebabkan penyakit. Biasanya, staph dapat masuk ke dalam tubuh dan menyaebabkan infeksi. Infeksi ini dapat ringan seperti bisul/borok, atau yang serius seperti infeksi darah dan pneumonia. Beberapa bakteri menjadi resisten terhadap pengobatan yang sebelumnya digunakan untuk menangani staph. Bakteri resisten ini disebut Methicillin-resistant Staphylococcus aureus atau MRSA. Dr. Charles Woernle, seorang asisten petugas kesehatan CDC mengatakan bahwa infeksi MRSA kemungkinan meningkat. Kuman yang muncul lebih sering dapat menyebabkan infeksi yang parah dan mengancam kehidupan. Hal ini dikarenakan organisme ini mampu mendapatkan resistensi dari antiobiotik umum sehingga dapat menjadi sangat sulit ditangani dan diobati. Praktek higiene yang baik dan praktek pengendalian infeksi dapat menurunkan risiko infeksi MRSA. Hal ini mencakup : 1. Mencuci tangan adalah salah satu cara mencegah penyebaran kuman. Praktek mencuci tangan yang baik paling sedikit 15 detik dengan sabun dan air atau pembersih tangan berbahan dasar alkohol bila sabun dan air tidak tersedia. 2. Tidak berbagi barang pribadi seperti handuk, lap tangan, pisau cukur, seragam atletik atau pakaian lain yang dapat kontak dengan luka atau perban. Cuci pakaian atau kain dengan air hangat dan sabun deterjen dan keringkan pada udara panas. 3. Hindari kontak dengan luka atau perban orang lain. Jika kontak diperlukan, gunakan sarung tangan sekali pakai dan cusi tangan segera setelah melepas sarung tangan. Sarung tangan dan pakaian yang telah digunakan dapat dibuang dengan sampah rumah tangga. 4. Jaga semua potongan dan serpihan bersih dan tertutup dengan kain atau perban sampai sembuh. Ikuti instruksi penyedia layanan kesehatan Anda untuk penyembuhan luka yang benar. 5. Para murid harus menghidari berbagi barang pribadi dan produk-produk kesehtan kulit seperti pakaian, balsem atau pelembab. 6. Cari bantuan medis jika luka tidak sembuh dengan baik atau muncul infeksi. 7. Jika diberikan antibiotika, makan semua dosis, walaupun infeksi terlihat membaik. Tidak boleh berbagi antibiotika dengan yang lain atau menyimpan antiobiotika yang tidak habis untuk digunakan di kemudian hari. 8. Bersihkan permukaan dengan desinfektan atau larutan segar pemutih dalam air. Informasi lebih lanjut mengenai MRSA tersedia dalam http://www.adph.org/epi. Hal ini mencakup pedoman pencegahan penyebaran MRSA di rumah sakit dan fasilitas pelayanan jangka panjang, sekolah dan tempat olah raga.



sumber.kalbe.co.id